Oleh : Wimpi Pardede
Mahasiswa Jurusan Pendidikan Kesehatan dan Rekreasi
FIK UNY
FIK UNY
Sistem
energi yang digunakan dalam olahraga selalu merupakan kombinasi kedua
sistem energi yakni aerobik dan anaerobik. Tidak ada olahraga yang murni
menggunakan sistem energi aerobik atau anaerobik saja, yang ada hanya
salah satu sistem energi yang jauh lebih dominan.
Seperti
gerakan olahraga pada umumnya, dalam gerakan melempar bola baseball
menggunakan kombinasi dua sistem energi yakni aerobik dan anaerobik.
Melempar membutuhkan kekuatan dan daya tahan. Seorang pelempar
membutuhkan kualitas daya tahan yang baik, karena dalam satu
pertandingan dia tidak hanya melakukan satu atau dua kali lemparan.
Seorang Starting Pitcher diharapkan mampu melempar 75 – 135
lemparan atau bermain sekitar 6-9 inning (McFarland : 2003). Seorang
pitcher membutuhkan kekuatan yang baik karena dalam setiap lemparan di
haruskan menghasilkan kecepatan lemparan yang tinggi untuk mempersulit
pemukul (tim lawan) untuk memukul bola dan mendapatkan poin. Kecepatan
tertinggi yang pernah di catat dalam sejarah MLB (Major League Baseball) menyentuh kecepatan 106 mph atas nama Aroldis Chapman (eFastball.com).
Untuk
menghasilkan energi yang menunjang aktivitas, tubuh melakukan mekanisme
yang dikenal dengan sistem energi. Dalam gerakan melempar bola baseball
berikut ini sistem energi yang digunakan untuk mengakomodir energi yang
diperlukan.
1. Anaerobik
Aktivitas
Anaerobik merupakan latihan atau olahraga yang dilakukan tanpa adanya
oksigen (Suharjana : 2013). Sistem Phosphagen dan system glikolisis asam
laktat dapat berjalan dengan tanpa adanya oksigen (Cerika : 2010).
Energi yang dihasilkan Pitcher dalam satu kali lemparan yakni 85% – 90% menggunakan sistem energi anaerobik (McFarland : 2003). Sistem Energi anaerobik dibagi menjadi dua fase yakni : 1). Phosphagen; dan 2). Glikolisis.
1). Sistem Phosphagen (ATP – PC) merupakan
sistem penghasil energi yang paling cepat yang dimiliki olej tubuh.
Reaksi ini berlangsung dengan melibatkan pemberian gugus fosfat dan
energi ikatannya dari keratin fosfat (CP) ke ADP untuk membentuk ATP
(Cerika : 2013). Cepatnya penyediaan energi melalui sistem Phosphagen dikarenakan : 1). Tidak memalui proses kimia yang panjang, 2). Tidak membutuhkan oksigen (O2), 3). ATP – PC tertimbun dalam otot (Suharjana :2013).
2). Sistem Glikolisis : Pada sistem glikolisis tujuannya adalah memecah glukosa menjadi oksigen (O2)
untuk memperoleh energy yang akan digunakan untuk mensintesa ATP
(Suharjana : 2013). Glikolisis melibatkan pemecahan glukosa atau
glikogen membentuk dua molekul asam piruvat atau asam laktat (Cerika
2013).
2. Daya Tahan Anaerobik
Daya tahan yang baik untuk seorang pelempar yakni daya tahan anaerobic. Anaerobic endurance dapat
diartikan sebagai seberapa lama otot dapat berkeja maksimal secara
terus menerus dengan menggunakan cadangan glikogen dan Kreatin Phospat
(Blewett : 2003).
3. Aerobik
Energi
dari sistem energi aerobik bagi seorang pelempar (Pitcher) hanya
berperan 10% - 15% saja. Akivitas gerak yang relative singkat hanya
dibawah satu detik tidak memungkinkan untuk menggunakan sitem energi
aerobik karena sistem energy aerobik merupakan sistem penghasilan energi
yang membutuhkan waktu yang relatif lama. Proses oksidasi dan reaksi
kimia yang rumit dan melibatkan banyak komponen molekul membuat reaksi
ini memerlukan oksigen dan waktu yang relatif lama, namun dalam satu
kali reaksi secara penuh untuk satu mol glukosa dapat menghasilkan 38
ATP, satu mol lemak mampu menghasilkan 441 ATP. (Suharjana : 2013).
Sedangkan oksidasi protein hanya terjadi pada keadaa sangat terdesak
(Guyton, 1997).
Gerakan melempar (Pitching) dalam permainan baseball lebih dominan menggunakan sistem energi anaerobik, yang artinya oksigen (O2) tidak dibutuhkan dalam proses penghasilan energi (Blewett : 2013). Sistem energi anaerobik lebih tepatnya pada fase Phosphagen (ATP – PC).
Melempar (Pitching)
membutuhkan durasi waktu dari tumpuan awal (saat salah satu kaki
diayunkan kedepan) hingga bola dilepaskan sekitar 0.5 – 1 detik. Aroldis
Chapman yang merupakan pelempar tercepat dengan rekor kecepatan
lemparan mencapai 106 mph hanya membutuhkan waktu 0.70 detik hingga bola
dilepaskan (Lihat Gambar 3.1). Sementara itu, kecepatan lemparan paling
lambat yang hanya mencapai kecepatan 49 mph hanya membutuhkan lama
gerakan melempar sebesar 0.83 detik. (Lihat Gambar 3.2).
Sistem energi Phosphagen merupakan
sistem energi yang memiliki kecepatan reaksi yang sangat cepat dan
sangat tepat digunakan untuk olahraga dengan intensitas yang cepat.
Sistem Phosphagen dapat
memberikan tenaga untuk kerja otot maksimal selama 10 – 15 detik
(Cerika : 2013). Bahkan, menurut Suharjana dalam bukunya yang berjudul
Kebugaran Jasmani, menyatakan bahwa sistem Phosphagen hanya
cukup untuk menyajikan energi selama 5 – 10 detik. Aktivitas fisik yang
membutuhkan waktu kurang dari 30 detik menggunakan sistem energi utama
ATP – PC (Phosphagen),
seperti nomor lempar, lompat dan lari 100 meter (Fox : 1984). Jensen
(1989) yang dikutip oleh Suharjana (2013) menambahkan bahwa olahraga
yang memerlukan durasi antara 1 - 4 detik sistem penyediaan energinya
menggunakan sistem anaerobik dengan energi yang disediakan oleh ATP (Adenosin Triphosphati).
Dari pernyataan diatas menjelaskan bahwa sistem energi yang berperan besar untuk Pitcher adalah sistem Phosphagen.
Gambar 3.2
Namun, pengkajian system energy mengenai pelempar bola dalam baseball (Pitcher) tidak dapat berhenti begitu saja. Jika ditinjau dari satu pertandingan penuh, pelempar (pitcher) dibedakan menjadi tiga:
1. Starting Pitchers : merupakan pelempar yang bermain sejak awal babak (Inning). Starting Pitchers biasanya melakukan lemparan sebanyak 75 – 135 atau 6 – 9 babak (innings) dalam pertandingan sebelum digantikan (McFarland : 2003). Berdasarkan data di atas, yang mana Starting Pitchers harus melakukan lemparan dalam jumlah repetisi yang banyak maka latihan aerobic untuk Starting Pitchers tetap diperlukan. McFarland menambahkan, bahwa intensitas latihan untuk Starting Pitchers ialah 70 % anaerobic dan 30 % aerobic training (McFarland : 2003)
2. Long-relief Pitchers
Short-relief Pitchers merupakan pelempar (pitcher) pengganti yang diharapkan melempar untuk 3 – 5 babak (inning) atau setidaknya 45 – 75 kali lemaparan. Long-relief Pitchers tidak
harus melakukan lemparan dalam repetisi yang banyak. Oleh karena itu,
tidak membutuhkan banyak latihan aerobic (McFarland : 2003).
3. Short-relief Pitcher
Short-relief Pitchers merupakan pelempar (pitcher) yang diharapkan untuk melempar sepanjang 1 – 3 babak (inning) atau 15 – 45 lemparan. Short-reliefe Pitcher harus melakukan latihan dengan intensitas 100 % anaerobic (McFarland : 2003).
Sumber :
Rismayanthi, Cerika. (2013). Sistem Energi Untuk Olahraga.
Fox, E.L. (1984). Human Physiology. 4th ed. Lowa Wm. Brown Publisher Company.
Goh Cho Hong, James & Chwee Teckim (2010). 6th World Congress Biomechanics (WCB 2010): Singapore.
Guyton,. A.C. (1997). Textbook of Medical Physiology. 8nd Edition. Philadelphia:WB. Sounders Company.
McFarland, Joe. (2003). Coaching Pitchers. United State of America: Human Kinetics
Ryan, Nolan & Skip Bayless. (1991). Nolan Ryans Pitcher’s Bible : The Ultimate Guide to Power, Precision, and Long Term Performance. New York.
Suharjana. (2013). Kebugaran Jasmani. Yogyakarta: Jogja Global Media.
Wardell, James. (2010). Pitching Essentials : How To Become A Better Pitcher or Pitching Coach. United State of America: RoseDog Book.
0 komentar:
Posting Komentar